Perkawinan Wanita Hamil Dengan Yang Bukan Menghamilinya di Desa Uraso Kabupaten Luwu Utara Menurut Imam Malik dan Syafi'i
Abstrak
Pokok permaslahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perkawinan Wanita Hamil Dengan Pria Yang Bukan Menghamilinya di Desa Uraso, Kec. Mappedeceng, Kab. Luwu Utara Menurut Imam Malik dan Syafi'i. Adapun pokok masalah yang akan dijabarkan dari sub masalah yaitu: 1) Bagaimana pandangan masyarakat Desa Uraso, Kec. Mappedeceng, Kab. Luwu Utara mengenai perkawinan wanita hamil dengan pria yang bukan menghamilinya? 2) Bagaimana pendapat Imam Malik dan Syafi'i terhadap perkawinan wanita hamil dengan pria yang bukan menghamilinya di Desa Uraso, Kec. Mappedeceng, Kab. Luwu Utara. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif atau penelitian lapangan (field research) yang mengambarkan mengenai fenomena yang terjadi di masyarakat dan bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif berupa data, gambar dan perilaku dari orang-orang yang diamati dengan menggunakan pendekatan normatif syar'i yang bersumber dari dalil al-Qur'an, hadis Nabi serta ijtihad para Ulama dan pendekatan sosiologis. Adapun sumber data dalam penlitian ini yaitu bersumber dari data primer dan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Mengenai pandangan dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat dan tokoh agama, mereka memiliki perbedaan pendapat mengenai fenomena tersebut. 2) Para ulama sepakat mengenai kebolehan menikahi wanita pezina bagi orang yang menzinai. Dengan demikian, pernikahan wanita hamil dengan pria yang menghamilinya atau menzinainya adalah sah dan mereka boleh bersetubuh sebagaimana layaknya suami isteri. Sedangkan pandangan Imam Malik dan syafi'i mengenai perkawinan wanita hamil dengan pria yang bukan menghamilinya memiliki perbedaan pendapat. Imam Malik berpendapat bahwa pernikahan itu tidak sah. Sebab, wanita yang digauli secara zina status hukumnya persis sama dengan wanita yang digauli secara syubhat. Wanita tersebut harus mensucikan dirinya dalam waktu yang sama dengan 'iddah wanita yang ditalak suaminya, kecuali bila dikehendaki dilakukan had (hukuman). Sedangkan Imam Syafi'i membolehkan perkawinan wanita hamil dengan pria yang bukan menghamilinya.
Referensi
-
##submission.copyrightStatement##
##submission.license.cc.by4.footer##