Kriteria Tinggi Matahari dalam Penentuan Awal Waktu Salat Subuh Perspektif Fikih dan Astronomi
Abstrak
Penggunaan kriteria awal waktu subuh di Indonesia bermacam-macam mulai 15,17,18,19 dan 20 derajat baik ditinjau dari fikih dan astronomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tinggi matahari dalam ilmu astronomi, untuk mengetahui urgensi awal waktu salat perspektif fikih dan untuk mengetahui tinjauan fikih dan astronomi tentang kriteria tinggi matahari dalam penentuan awal waktu salat subuh. Jenis Penelitian yang digunakan kepustakaan (library research) dengan pendekatan syar'i dan astronomi dan dilengkapi dengan data sekunder dan primer, metode pengumpulan data yaitu dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk di Indonesia digunakan sebagai ijtihad, berdasarkan penalaran belerang dan astronomi yang dianggap sah. Saadoeddin Djambek adalah sosok pencetus 20 derajat sebagai kriteria waktu subuh dan di gunakan oleh kementrian agama saat ini. Perbedaan kriteria di Indonesia di anggap wajar, semua kritria waktu subuh yang digunakan itu benar tergantung pada tempat observasi dan teknik observasinya. Sebaiknya dilakukannya kajian lebih dalam terkait awal waktu subuh agar tidak menimbulkan masalah atau perselisihan dalam penetapan waktu subuh. Perlu dilakukan penelitian yang berulang-ulang, transparan dan berkelanjutan, serta metode yang komprehensif agar pencarian menjadi valid dan tidak lagi di Ajukan pertanyaan. Dan Informasi yang diperoleh setelah pengamatan harus transparan sehingga dapat dijadikan acuan pengamatan dan kriteria ketinggian matahari dalam menentukan waktu terbitnya matahari.
Kata kunci: ketinggian Matahari, Waktu Subuh, dan sudut pandang Fikih & Astronomi
##submission.copyrightStatement##
##submission.license.cc.by-nc4.footer##