English

Penulis

  • Nurvairah Dwi Febrianingsih Universitas Hasanuddin
  • Adel Zain Filadelfia Universitas Hasanuddin

DOI:

https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v12i2.63858

Kata Kunci:

English

Abstrak

Konflik teritorial Laut Cina Selatan dimulai ketika pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mengumumkan dan menetapkan Garis Sepuluh Titik, yang koordinatnya tumpang tindih dengan wilayah kedaulatan negara-negara lain seperti Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Bahkan Indonesia, yang awalnya tidak terlibat, akhirnya terlibat karena koordinat Garis Sepuluh Titik mengklaim wilayah Natuna. China meyakini bahwa berdasarkan latar belakang sejarah, China memiliki kewenangan atas wilayah Garis Sepuluh Titik. Negara yang paling keras menentang pernyataan China adalah Filipina, yang pada tahun 2013 mengajukan gugatan ke Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag, Belanda. Namun, putusan tersebut belum menghasilkan hasil yang signifikan, dengan China tetap bersikeras bahwa dasar klaimnya adalah penemuan historis China atas Garis Sembilan Dash. Meskipun demikian, negara-negara yang merasa dirugikan masih mencari solusi untuk sengketa ini.

Referensi

Adi, D. W. S. (2020). Analisis penyelesaian sengketa Laut China Selatan oleh badan arbitrase internasional. Jurnal Hukum Lex Generalis, 1(3), 39–51.

Akmal, and Pazli. “Strategi Indonesia Menjaga Keamanan Wilayah Perbatasan Terkait Konflik Laut Cina Selatan pada Tahun 2009–2014.” Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2, no. 1 (2015).

Alfath, Tahegga Primananda, and Riyo Lian Nugroho. “Diplomasi Soft Power Asimetris Berbasis Sumber Daya Kelautan Lintas Batas dalam Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan.” Jurnal Ilmiah Hukum LEGALITY 24, no. 2 (2017): 157–175.

ASEAN Secretariat. “Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea.” May 14, 2012. Accessed December 18, 2025. https://asean.org/declaration-on-the-conduct-of-parties-in-the-south-china-sea-2/

Darajati, M. R., & Adolf, H. (2018). Putusan sengketa Laut China Selatan serta implikasi hukumnya terhadap negara di sekitar kawasan tersebut. Jurnal Hukum & Pembangunan, 48(1), 22–43.

Fitrijanti, Poppy, & Methodus. “Implikasi Putusan Permanent Court of Arbitration dalam Sengketa Laut China Selatan terhadap Kepatuhan Negara.” Jurnal Hukum dan Pembangunan 49, no. 2 (2019): 259–278.

Haryanto, Agus & Arry Bainus. “Implikasi Declaration of Conduct Laut Tiongkok Selatan Tahun 2002 Terhadap Proses Penyelesaian Sengketa.” Jurnal Media Hukum 24, no. 1 (2017): 88–95. https://doi.org/10.18196/jmh.2017.0093.88-95

Jusoh, Sufian, Muhammad Faliq Abd Razak, and Ahmad Rizal Mohd Yusof. “Malaysia-Thailand Joint Development Agreement.” Chinese Journal of International Law 22, no. 1 (March 2023): 167–176. https://doi.org/10.1093/chinesejil/jmad014

Permanent Court of Arbitration (PCA). “Press Release No. 11: The South China Sea Arbitration (The Republic of the Philippines v. The People’s Republic of China).” 12 July 2016. Accessed 18 December 2025. https://docs.pca-cpa.org/2016/07/PH-CN-20160712-Press-Release-No-11-English.pdf

Rifa’i, I. J. “Ruang Lingkup Metode Penelitian Hukum.” Metodologi Penelitian Hukum 6 (2023).

Riry, Welly Angela, Efie Baadilla, Wilshen Leatemia, Vondaal Vidya Hattu, and June M. Rumalaklak. “Perjanjian Kerjasama Internasional dalam Konstruksi Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Balobe Law Journal 1, no. 1 (March 1, 2021): 25–32. https://doi.org/10.47268/balobe.v1i1.499

Tandungan, Edmondus Sadesto. “Sengketa Laut Cina Selatan dalam Perspektif Hukum Internasional.” Paulus Law Journal 1, no. 2 (2020): 88–104

Diterbitkan

2025-12-30

Cara Mengutip

Febrianingsih, N. D., & Adel Zain Filadelfia. (2025). English. Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum, 12(2), 344–355. https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v12i2.63858

Terbitan

Bagian

Volume 12 Nomor 2 Desember 2025